Anemia dan Jenisnya

Asupan gizi yang tidak cukup pada anak-anak merupakan penyebab langsung gizi kurang pada bayi dan anak-anak. Hal ini berdampak tidak saja terhadap kekurangan gizi makro tetapi juga gizi mikro yang sangat perlu untuk pertumbuhan. Salah satu akibat kekurangan gizi pada anak adalah anemia.

Anemia merupakan sindroma klinis yang ditandai adanya penurunan hematokrit, hemoglobin, dan jumlah eritrosit dalam darah. Anemia gizi yang disebabkan kekurangan zat besi masih merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia. Anemia defisiensi besi merupakan sindroma yang paling sering ditemui pada anak yang mengalami kurang gizi terutama di Indonesia. Dari penelitian yang pernah dilakukan di Indonesia prevalensi ADB pada anak balita sekitar 25-35%. Terjadinya defisiensi besi pada anak-anak, antara lain disebabkan jumlah zat besi yang dibutuhkan tubuh sangat banyak (0,5 mg/hari) selama 1 tahun pertama dan kurangnya besi yang diserap tubuh.

Zat besi di dalam bahan makanan dapat berbentuk heme yang berikatan dengan protein dan terdapat dalam bahan makanan yang berasal dari hewani. Lebih dari 35% heme ini dapat diabsorbsi langsung. Bentuk lain adalah dalam bentuk non heme yaitu senyawa besi anorganik yang kompleks yang terdapat di dalam bahan makanan yang berasal dari nabati, yang hanya dapat diabsorbsi sebanyak 5%. Zat besi non heme absorbsinya dapat ditingkatkan apabila terdapat kadar vitamin C yang cukup. Vitamin C dapat meningkatkan absorbsi zat besi non heme sampai empat kali lipat. . Studi-studi di banyak negara berkembang mengungkap bahwa penyebab utama terjadinya gizi kurang dan hambatan pertumbuhan pada anak-anak usia 1-2 tahun berkaitan dengan rendahnya pemberian ASI dan buruknya praktek pemberian makanan pendamping ASI. Di Indonesia hanya 14% bayi mendapat ASI eksklusif sampai usia 5 bulan dan hanya 8% bayi mendapat ASI eksklusif sampai usia 6 bulan.

Jenis-jenis anemia dan patogenesisnya

1.1 Berdasarkan morfologi, anemia dapat dibagi menjadi :

  • Anemia mikrositik : Merupakan anemia yang eritrositnya berukuran lebih kecil dari 6ɱ. Contoh anemia mikrositer antara lain anemia defisiensi besi, thalasemia dan anemia sideroblastik.
  • Anemia normositik : Merupakan anemia yang eritrositnya berukuran normal. Biasanya anemia ini disebabkan karena perdarahan akut sehingga jumlah eritrosit berkurang namun ukurannya tetap. Contoh anemia normositik antara lain anemia karena penyakti kronis atau inflamasi atau keganasan, anemia karena gagal ginjal, anemia sel sabit, dan perdarahan akut.
  • Anemia makrositik : Merupakan anemia yang eritrositnya berukuran lebih dari 8ɱ. Ada 2 macam anemia mikrositik yaitu megaloblastik yang biasanya karena defisiensi vitamin B12 atau asam folat dan nonmegaloblastik. Anemia makrositik yang nonmegaloblastik bisa disebabkan karena hipertiroid, pengkonsumsi alkohol, penyakit hati, retikulositosis, dan penyakit primer sumsum tulang.

1.2 Berdasarkan etiologinya, anemia dapat dibagi menjadi:

Produksi yang inadekuat, Dapat dibagi menjadi 2, yaitu :

  • Defisiensi nutrisi : Anemia dapat disebabkan karena kekurangan nutrisi untuk memproduksi eritrosit yang baik. Contoh anemia defisiensi nutrisi antara lain anemia defisiensi zat besi, asam folat, vitamin B12, vitamin B6, vitamin C dan protein.
  • Kegagalan sumsum tulang memproduksi eritrosit yang baik : Kegagalan sumsum tulang adapat disebabkan karena kelainan kongenital dan acquired (karena penyakit kronis atau gagal ginjal). Karena kelainan ini, sumsum tulang tidak bisa memproduksi eritrosit dengan baik.
  • Kehilangan darah : Misalnya pada kecelakaan atau saat melahirkan.
  • Proses hemolitik meningkat, Dapat dibagi menjadi 2 tempat:
    • Intrakorpuskuler : Proses hemolitik meningkat karena kerusakan dari sel itu sendiri misalnya karena kerusakan membran eritrosit, defisiensi enzim, atau hemoglobinopati. Biasanya pada anemia hemolitik intrakorpuskuler lebih sulit disembuhkan. Contoh kerusakan membran yang menyebabkan anemia antara lain elipsositosis dan G6PD.
    • Ekstrakorpuskuler : Proses hemolitik meningkat karena pengaruh dari luar sel, antara lain autoimun, hipersplenisme, infeksi, pengaruh obat obatan, dan kelainan hormon. Contoh kelainan hormon yang menyebabkan anemia misalnya kelainan hormon androgen yang produksinya meningkat dan membuat eritropoesis juga meningkat.

1.3 Patofisiologi anemia defisiensi besi

Zat besi dalam tubuh disimpan dalam 3 bentuk yaitu pada hemoglobin dan mioglobin, transferin, hemosiderin dan feritin. Hemosiderin dan ferritin adalah cadangan zat besi yang akan digunakan jika tubuh benar benar sudah kekurangan zat besi.

Anemia defisiensi besi disebabkan karena kekurangan zat besi, sehingga ertitrosit yang terbentuk tidak bisa mengikat oksigen dengan baik. Defisiensi besi bisa disebabkan karena kebutuhan zat besi yang meningkat misalnya pada wanita hamil dan menyusui, masa pertumbuhan pada anak anak dan pubertas. Bisa juga disebabkan karena kekurangan zat besi antara lain karena persediaan zat besi dari awalnya sudah sedikit (kongenital atau kurang asupan nutrisi), absorbsi zat besi yang berlebihan, kebutuhan akan zat besi meningkat (misalnya pada wanita hamil dan menyusui), dan juga karena perdarahan (misalnya pada melahirkan).

Tahap tahap anemia defisiensi besi :

  1. Menipisnya cadangan zat besi : Pada tahap ini, feritin mulai menurun jumlahnya. Namun zat besi masih bisa digunakan untuk eritopoesis. Lainnya tidak ada perubahan fungsi tubuh.
  2. Latent iron defisiensi : Cadangan zat besi untuk eritropoesis menurun, TiBC meningkat, soluble transferrin receptor menurun. Pada tahap ini masih belum bisa dikatakan anemia.
  3. Anemia defisiensi besi : Cadangan zat besi habis, enzim yang mengandung zat besi juga habis. Kadar Hb dalam darah kurang dari 7 g/dl. Sudah menujukan gejala seperti muka pucat.

Jenis jenis anemia pada anak

 

Jenis anemia tersering pada anak anak antara lain anemia defisiensi besi, anemia hemolitik, thalasemia dan G6PD.

2.1. Thalssemia

       Thalasemia merupakan penyakit genetik paling sering didunia. Thalasemia dapat menyebabkan eritrosit berumur lebih pendek dan lebih sensitiv terhadap stress oksidatif. Biasanya pada thalasemia, hemoglobin paling paling banyak adalah HbF yang biasanya ada pada fetus. Ada 2 macam thalasemia berdasarkan rantai globin yang terbentuk:

  •  b thalasemia

Dikatakan b thalasemia karena tidak terbentuknya rantai b, sehingga hemoglobin yang ada di dalam tubuh adalah HbA2 (a2d2) atau HbF (a2g2). Berdasarkan tingkatan anemia, b thalasemia dibagi menjadi 5 tingkat:

  1. Thalasemia trait

Pada penderita thalasemia trait, tidak terlihat adanya gejala dan seperti orang normal lainnya karena kadar hemoglobin yang berkurang masih sedikit. Biasanya sering terjadi misdiagnosis dengan anemia defisiensi besi karena kadar Hb masih ± 10 g/dL dan eritrosit berbentuk mikrositer hipokrom.

  • Thalasemia minima
    • Thalasemia minor

Thalasemia minor lebih ringan dibanding thalasemia intermedia. Terkadang memerlukan transfusi darah.

  • Thalasemia intermedia

Pada thalasemia intermedia, karena kadar Hb kurang dari 7 g/dL maka kebutuhan darah meningkat sehingga terjadi extramedullary hematopoesis. Merupakan anemia mikrositik.

  • Thalasemia mayor

Penderita thalasemia mayor membutuhkn transfusi darah setiap bulan. Pengobatannya dengan pemberian desferoxamine.

  • a thalasemia

Terjadi a thalasemia karena tidak terbetuknya rantai a karena mutasi penghilangan. Pada a thalasemia produksi Hb Bart’s (g4) meningkat dan untuk mendiagnosis a thalasemia menggunakan PCR. Apabila kehilangan 1 rantai a globin, maka saat pemeriksaan skrining masih terlihat normal karena hanya terjadi silent trait. Apabila 2 rantai a globin yang hilang maka terlihat gejla saat skrining dan retikulosit meningkat, terjadi anemia mikrosiritk. Apabila kehilangan 3 rantai a globin maka terjadi peningkatan bilirubin indirek, moderate anemia, splenomegaly, ikterus. Namun pada kehilangan 3 rantai a globin masih belum dilakukan tranfusi darah apabila tidak benar benar dibutuhkan. Apabila kehilangan 4 rantai a maka akan terjadi hydrops fetalis dan biasanya bayi akan meninggal.

2.2 Defisiensi G6PD

G6PD adalah enzim utama pada metabolisme glukosa. Jika NADPH diproduksi maka glutation akan tereduksi. Fungsi dari glutation adalah untuk menetralisir agen oxidant. Jika tidak ada stress oksidatif maka, defisiensi G6PD tidak menimbulkan masalah. Tapi apabila ada stress oksidatif maka akan timbul anemia yang ditandai dengan hematoglobinuria

Hubungan pemeriksaan laboratorium terhadap jenis anemia

3.1 Anemia defisiensi besi

Pada anemia defisiensi besi, hasil pemeriksaan laboratorium sel darah tepi  menunjukan hasil tidak ada retikulosit, eritroid hiperplasia, kadar ferritin menurun, kadar transferin meningkat, TiBC meningkat, ukuran eritrosit mikrositer dan hipokrom.

Sedangkan pada pemeriksaan sumsum tulang, dengan pewarnaan prusian blue terlihat tidak adanya cadangan besi (hasilnya negatif), eritrosit hiperplasia normoblastik. Pada pemeriksaan rontgen, terlihat tulang yang mengalami osteoporosis.

3.2 Anemia defisiensi asam folat dan defisiensi vitamin B12

       Pemeriksaan hasil laboratorium menunjukan nilai MCV lebih dari 95fL, ukuran eritrosit makrositer, kadar feritin meningkat. Untuk membedakan anemia defisiensi asam folat dan defisiensi vitamin B12, digunakan schelling test. Pada test ini, pasien akan diberikan vitamin B12 yang bersifat radioaktif. Setelah kira kira 2-3 jam vitamin B12 ini sudah diabsorpsi, diberikan lagi megadose vitamin B12 secara parenteral. Jika pasien menderita anemia defisiensi vitamin B12, maka vitamin B12 yang bersifat radioaktif akan keluar lewat urin.

3.3 Anemia mikrositik

       Pemeriksaan hasil laboratorium menunjukan nilai MCV kurang dari 80fL dan MCH kurang dari 27PG. Biasanya pada anemia defisiensi besi, thalasemia, anemia karena penyakit kronis, keracunan, dan anemia sideroblastik

3.4 Anemia normositik

       Pemeriksaan hasil laboratorium menunjukan nilai MCV diantara 80 – 95 fL dan MHC lebih dari 26PG. Biasanya pada anemia perdarahan akut, kelainan ginjal, dan kegagalan sumsum tulang.

3.5 Anemia makrositik

       Pemeriksaan hasil laboratorium menunjukan nilai MCV lebih dari 95fL. Biasanya pada anemia defisiensi vitamin B12 dan asam folat, juga ditemukan pada pengkonsumsi alkohol dan penderita kelainan hematokrit.

Kesimpulan

Anemia merupakan sindroma klinis yang menjadi gejala suatu penyakit. Anemia bisa disebabkan karena pembentukan darah yang kurang, hemolisis, ataupun pendarahan. Jenis anemia pun ada banyak, bisa dibedakan berdasarkan etiologinya dan juga berdasarkan morfologinya. Gejala anemia bisa dilihat dari muka dan kulit yang pucat, lemah, letih dan lesu. Semakin dini kita bisa mendeteksi anemia, maka prognosinya akan baik. Dengan pembahasan tentang anemia ini diharapkan pengetahuan tentang anemia meningkat

Saran Dengan mengetahui penyebab anemia, diharapkan kita dan masyarakat lain dapat mencegah terjadinya anemia dengan cara mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi, asam folat dan juga vitamin B12. Apabila sudah terjadi anemia, bisa mengkonsumsi obat obatan penambah darah. Semoga dengan pengetahuan ini, nantinya dapat berguna untuk masa depan kita

.